HOME   CATAGORI  

Friday, May 09, 2008

Mewaspadai Efek Samping Obat

Obat bisa menyembuhkan. Di sisi lain, obat juga dapat memberi efek tidak menguntungkan. Setiap konsumen sebaiknya mencatat semua efek samping yang dialami, lalu melaporkannya ke dokter, apoteker, atau badan pengawasan obat.

Seorang pria, sebut saja Laurentius (50 tahun), mengeluh penyakit asam uratnya tetap kambuh, padahal sudah mengurangi asupan makanan berkadar purin tinggi. "Saya bingung, apanya ya yang salah?" tanyanya kepada temannya. Kebetulan, bulan ini waktunya pria berputra tiga ini kontrol ke dokter spesialis penyakit dalam, konsultan rematologi, langganannya.

Kepada dokter diceritakan pengalamannya. Sang dokter pun menyelidiki lebih lanjut obat apa saja yang diminum Laurentius bersama obat asam urat. Pria yang sudah lima tahun menderita asam urat ini menerangkan bahwa setiap hari minum obat jantung yang sifatnya mengencerkan darah karena belum lama ini terkena serangan jantung.

Inilah masalahnya. Obat jantung yang diminum Laurentius yang memicu kekambuhan asam uratnya. Dokter menyarankan agar Laurentius memilih obat jantung jenis lain yang memiliki efek sama. Setelah beberapa bulan mengonsumsi obat itu, hidupnya lebih melegakan. Obat jantung ini lebih aman buat dirinya.

Laporkan Segera

Setiap obat, tak terkecuali obat jantung, pasti bisa berefek samping. Aspirin misalnya, obat pengencer darah ini bisa menyebabkan mual, muntah, rasa panas di dada, gangguan pencernaan, bahkan bisa menimbulkan perdarahan di saluran cerna.

Atenolol, obat yang diindikasikan untuk menurunkan tekanan darah dan irama jantung bisa jadi menimbulkan efek rasa lelah, irama jantung lambat, dan kesulitan bernapas. Sementara obat jenis antiplatelet, pencegah serangan jantung dan stroke seperti clopidogrel bisa menimbulkan rasa tidak nyaman pada perut, sembelit, sakit kepala, gejala seperti flu, nyeri sendi atau punggung, dan ruam.

Mungkin masih banyak efek samping lain yang bisa ditemui. Demikian juga efek samping beberapa jenis obat lain, seperti untuk keluhan sariawan. Seandainya efek samping tersebut belum tertera dalam brosur obat, sebaiknya pasien yang mengalami memberitahukan segera ke dokter atau apoteker yang meresepkannya.

Seperti Pisau

Kebanyakan obat didesain untuk menyembuhkan penyakit atau mencegah serangan. Seperti pisau, tak hanya manfaat yang bisa diperoleh, tetapi efek-efek yang mungkin tidak kita harapkan bisa jadi muncul. Karena itu, obat harus melewati siklus panjang sebelum disetujui oleh tenaga kesehatan yang berwenang untuk bisa dikonsumsi masyarakat.

Proses ini meliputi penelitian efek obat terhadap tubuh dari segi penyerapan maupun transportasinya ke berbagai organ di tubuh, transformasinya menuju molekul lain (metabolit), dan eliminasi. Termasuk di dalamnya penelitian akan efikasi (manfaat) dan toleransinya terhadap tubuh. Selanjutnya, rasio antara manfaat dap risiko akan dihitung dan dianalisis dengan parameter tertentu apakah obat ini bersifat menyembuhkan, hanya mencegah, atau keduanya.

Hasilnya, rasio antara manfaat dan risiko ini dibandingkan dengan terapi lain yang ada. Bila hasilnya positif, artinya manfaatnya lebih banyak dibanding risikonya, barulah obat ini bisa disetujui untuk dipasarkan.

Di pasaran pun penelitian masih dilanjutkan. Pada saat ini baru ketahuan efek samping obat yang sedang diuji coba. Kejadian-kejadian yang tidak diharapkan akibat konsumsi obat ini dikumpulkan, diidentifikasi apa bentuk dan seberapa sering serta mengenai siapa saja.

Semua keluhan dari pengguna dilaporkan oleh para petugas kesehatan seperti dokter, perawat, apoteker, dan dokter gigi ke perusahaan farmasi yang memproduksinya. Laporan ini akan dianalisis kemudian diinformasikan ke badan pengawas obat dan disebarluaskan melalui label dalam kemasan obat.

Kerap terjadi juga beberapa efek samping yang jarang muncul, kelihatan saat obat sudah dikonsumsi. Efek samping juga baru ketahuan ketika banyak orang mengonsumsi obat itu dalam periode cukup lama.

Karena itu, penting bagi kita sebagai pasien untuk segera menyampaikan segala keluhan akibat penggunaan obat. Dengan demikian kita membantu pendeteksian efek samping baru guna mendukung proses penelitian obat ini lebih lanjut.

Ditarik dari Pasar

Proses pengumpulan data berupa keluhan atas efek samping obat beserta analisis disebut pharmacovigilance. Di beberapa negara besar, perusahaan farmasi yang memproduksi obat baru harus menyampaikan laporan efek samping ini ke badan pengawas obat dalam waktu sekurang-kurangqya 15 hari, terutama bila efek samping itu membahayakan. Selanjutnya perusahaan farmasi juga diharuskan melaporkan efek samping lain yang mungkin timbul antara 3, 6, 12, atau 36 bulan.

Analisis periodik dan evaluasi yang dibuat tim pharmacovigilance akan divalidasi oleh badan pengawas obat. Badan ini juga bisa meminta informasi lain yang lebih komplet, terkait dengan efek samping obat yang sedang dipasarkan. Secara teratur, laporan ini akan dilihat kembali dan divalidasi. Tujuan utama seluruh tahap ini, yakni demi keamanan dan perlindungan pasien.

Menurut Rahayu Widodo, Apt, tidak jarang dalam proses ini kemudian badan pengawas obat menyatakan obat ini dianggap tidak layak karena efeknya membahayakan, sehingga harus ditarik dari pasaran, meski sudah banyak penggunanya. Karena itu, jangan ragu-ragu menyampaikan keluhan terkait dengan penggunaan obat kepada dokter, apoteker, atau langsung ke badan pengawas obat.

No comments:

Custom Search