HOME   CATAGORI  

Tuesday, July 29, 2008

Klaus Nuchter

Kedengarannya seram, tapi terapi ini termasuk sangat advanced dan manjur untuk mengobati alergi. Bagaimana terapi ini dimanfaatkan di Jerman terungkap melalui obrolan dengan Klaus Nuchter.

Klaus Nuchter (55) adalah seorang heilpraktiker. Heilpraktiker adalah sebutan Jerman bagi praktisi yang menyembuhkan pasien dengan cara-cara nonmedis. Ketika diwawancara oleh Nirmala, ia sedang berlibur di Indonesia bersama istrinya, Khing Nuchter, yang orang Indonesia.

Ngobrol dengan seorang heilpraktiker merupakan kesempatan langka dan menarik. Terutama karena Jerman termasuk negara yang terbuka dan ramah terhadap pengobatan non-medis. Oleh karena itu, cerita tentang praktik Klaus Nuchter sebagai heilpraktiker di Fulda, kota tempat tinggalnya di Jerman, 100 km dari Frankfurt, bisa menjadi masukan yang menarik. Apalagi ia mempraktekkan terapi anti alergi yang unik. Bagaimana mulanya?

Loncat dari kedokteran

Klaus sendiri mulanya belajar untuk menjadi dokter. Tapi ketika membuat tesis, ia merasa ragu-ragu terhadap ilmu yang ditekuninya. Kebetulan profesor yang menjadi promotor tesisnya, pernah bekerja di Afrika sehingga memahami sikap Klaus. Dengan bijak, sang promotor kemudian mengarahkannya untuk menjadi heilpraktiker.

Heilpraktiker adalah profesi medis yang diakui oleh pemerintah Jerman berdasarkan Heilpraktikergesetz , undang-undang yang mengatur persyaratan dan izin praktik para praktisi non-konvensional, yang disahkan tahun 1939.

Sebelum bisa menjadi heilpraktiker, Klaus harus mengikuti kuliah setiap hari, 8 jam sehari selama 3 tahun, di Heilpraktiker Schule. "Setelah itu saya harus mengikuti ujian yang diadakan oleh Departemen Kesehatan Masyarakat Pemerintah Jerman. Setelah lulus, barulah saya boleh menyebut diri sebagai heilpraktiker," Klaus membuka cerita.

Sebagai seorang heilpraktiker ia diperbolehkan memberi terapi non-konvensional (baca: non-medis) untuk menyembuhkan semua penyakit kecuali penyakit menular seperti malaria, campak, cacar air, dan penyakit-penyakit kelamin. "Saya juga diperbolehkan menyuntik pasien," imbuhnya.

"Namun, yang perlu ditekankan pada seorang heilpraktiker, yaitu ia harus bisa mengenali penyakit dan tahu kapan pasien boleh ditangani sendiri dan kapan pasien harus dirujuk ke rumah sakit. Dalam hal ini saya diuntungkan karena mempunyai dasar pendidikan kedokteran," Klaus menambahkan.

Setelah lulus ujian negara, tidak berarti ia sudah bisa langsung buka praktik. "Biasanya seorang heilpraktiker mengambil beberapa kursus lain yang dijadikan bidang spesialisasinya. Saya memfokuskan diri pada akupunktur dan autohaemotherapy atau eigenbloed behandeling," katanya. Akupunktur adalah terapi yang diakui oleh ilmu kedokteran. Klaus tertarik pada spesialisasi terapi menggunakan darah sendiri, karena dalam perkembangan praktiknya, ia lebih banyak menangani pasien dengan masalah alergi.

Menurut pengalamannya, "Kemungkinan suksesnya mencapai 70%-90%," katanya menyakinkan. "Soalnya, terapi ini langsung memperbaiki sumber masalahnya," lanjutnya.

Mengapa Sukses

"Dalam waktu 3 minggu setelah datang ke tempat praktik saya, tangan Claudia sudah kelihatan membaik. Setelah 3 bulan, tangannya sudah mulus (lihat gambar - Red) dan alerginya tidak pernah kambuh meski sudah lebih dari 10 tahun," kata Klaus. "Kini kami bahkan berteman dengan Claudia dan keluarganya, " komentarnya dengan gembira.

Contoh pasien lain yang disembuhkan adalah seorang anak lelaki Italia berusia 5 tahun, yang menderita asma dan neurodermatitis (peradangan pada kulit). Anak ini pun sembuh alerginya setelah disehatkan pencernaannya. Bahkan, kini anak lelaki itu sudah berusia 25 tahun dan membina profesi sebagai penyanyi di Hamburg. Seperti Claudia, pasien ini pun harus mengubah pola makannya dan pantang makan kacang dan paprika.

Mengapa terapi darah sendiri bisa ampuh? Dalam darah terdapat antibodies, autoantibodies, maupun allergic antibodies yang semuanya berfungsi melindungi tubuh terhadap alergi, serta enzim yang diperlukan untuk mencerna zat makanan agar bisa diserap oleh darah.

Tapi selain elemen-elemen positif tadi, darah juga mengandung unsur-unsur pencetus penyakit. Karena yang disuntikkan adalah darah sendiri, tubuh tidak akan memberi reaksi penolakan. Dan karena dalam lab, darah telah dibuang elemen-elemen pencetus penyakitnya dan diubah menjadi antigen yang merangsang reaksi kekebalan, secara bertahap sistem imun pasien pun diperbaiki dan ditingkatkan.

Terapi unik ini dikembangkan oleh Prof Karl Theurer berdasarkan hasil riset Prof Paul Niehans, seorang ilmuwan Swiss pada tahun 1931. Prof Niehans adalah pionir terapi sel hidup dengan memanfaatkan elemen-elemen yang diambil dari organ sehat. Prof Theurer kemudian melakukan riset selama 50 tahun untuk menemukan auto haemotherapy atau terapi darah sendiri yang aman untuk mengurangi dan menghilangkan reaksi hiperalergi.

Diakui oleh Klaus bahwa tidak semua alergi bisa sembuh tuntas. "Hayfever - alergi terhadap pollen atau serbuk bunga - sifatnya musiman sehingga terapinya harus diulang setiap musim semi saat bunga bersemi, terutama kalau ada pollen jenis baru," kata Klaus.

Masalah perut Indonesia

Selama 3 minggu berlibur di Indonesia, antara lain untuk menghadiri perkawinan keponakan isterinya, Klaus sempat disodori kasus-kasus alergi oleh keluarga dekatnya.

Salah satu "pasien"nya adalah anak usia 19 bulan yang pilek terus menerus. Setiap bulan antibiotiknya diganti oleh dokternya. "Untuk memulihkan kesehatannya, anak ini perlu minum nystatine selama sedikitnya 3 minggu, dan minum kapsul probiotik berisi bakteri hidup selama 7 minggu. Selain itu untuk meningkatkan imunitasnya, ia perlu diberi echinaceae selama 4 minggu, lalu stop 4 minggu, ulangi terus selama 1 tahun. Jika pencernaannya makin pulih, pileknya pun akan berangsur sembuh," Klaus memberikan diagnosa dan terapinya.

"Pasien" lainnya adalah bayi umur 4 bulan yang menderita neurodermatitis dan sejak lahir sudah diberi antibiotik untuk mengobati peradangan pada kulitnya. Ternyata, banyak gigi ibu bayi ini ditambal dengan amalgam (bahan untuk menambal gigi yang mengandung merkuri, timah, perak, Red.). Sejak masih janin, bayi ini sudah terkontaminasi oleh logam berat yang berasal dari amalgam ibunya," ia menegaskan.

Menurut Klaus, gejala sering pilek, BAB yang tidak teratur, apalagi konstipasi, perut kembung karena banyak gas, dan suka makan manis patut dicurigai sebagai adanya overpopulasi Candida albicans di dalam usus. Keadaan ini akan semakin parah jika pasien sering minum antibiotik, karena antibiotik membasmi semua bakteri yang jahat maupun yang baik. Akibatnya, keseimbangan flora dalam usus jadi berantakan.

"Selama di sini ipar saya juga meminta saya untuk memeriksa karyawan-karyawanny a yang sering sakit maag, mengalami gangguan pencernaan, sakit nyeri, dan pilek-pilek. Dari wawancara dengan mereka, problem utamanya terletak pada pola makan yang kurang baik: terlalu banyak gorengan, makanan manis, pedas, jerohan, es, dan panggang-panggang" .

"Sebetulnya masalahnya simpel," kata Klaus. Kita kurang menyadari bahwa sumber masalah kesehatan ada di pencernaan. Kalau makanan dan pencernaan kita sehat sistem imun pun akan bekerja dengan sempurna, sehingga tubuh tidak diganggu penyakit, "begitu kesimpulannya" .

Terapi Darah Sendiri

Ia pun menjelaskan mengapa pencernaan menjadi sumber masalah alergi. "Sistem imun kita tersebar di beberapa bagian tubuh, tapi 60-70% imunitas kita berada di slijmvlies atau selaput lendir dalam usus besar," kata Klaus. "Kalau pencernaan terganggu oleh jamur ragi Candida albicans, sistem imun pun terganggu."

"Candida albicans membuat orang ketagihan makanan serba manis, membuat BAB (buang air besar) tidak teratur, konstipasi, dan mengganggu sistem imun, karena IgA pada selaput sekresi dihancurkan, " Klaus menjelaskan.

IgA adalah golongan immunoglobulin yang nomor dua paling banyak pada sekresi dan berfungsi sebagai antibodi. IgA diproduksi oleh butir-butir darah putih untuk melindungi selaput lendir. Tanpa IgA, tubuh kita akan rentan terhadap infeksi dan hipersensistif terhadap zat makanan tertentu.

Selain Candida, dalam usus besar juga terdapat berbagai macam bakteri, antara lain Escherichia Coli yang bisa menjadi pencetus penyakit, karena ada juga E.Coli yang baik untuk tubuh.

"Jadi untuk menyehatkan usus kembali, pengganggu-penggang gu itu harus diberantas," katanya menegaskan. "Setelah itu perlu ditanamkan bakteri baik. Dan setelah bersih barulah dilakukan terapi darah sendiri untuk meningkatkan imunitas agar alergi bisa sembuh tuntas."

Untuk memperjelas bagaimana terapi ini dilaksanakan, Klaus memberi contoh seorang pasiennya yang telah sukses disembuhkan alerginya 13 tahun yang lalu, dan sampai sekarang tidak kambuh lagi. Claudia, begitu nama pasiennya, datang ke tempat praktiknya dengan tangan yang merah meradang. Ibu rumah tangga usia 27 tahun itu selain super sensitif terhadap makanan tertentu, tangannya setiap hari mengalami kontak intensif dengan deterjen, sabun, dan bahan-bahan pembersih lain.

Untuk mengobati alergi Claudia, terapi dibagi atas beberapa tahapan:

Tahap I: pemeriksaan laboratorium
Faeses pasien diperiksa untuk mengetahui keadaan pencernaan, terutama jumlah dan jenis jamur serta bakteri.

Tahap II: membersihkan pencernaan
Selama 3 minggu (22 hari) Claudia diharuskan minum nystatine, obat pembasmi jamur. Nystatine diberikan dalam bentuk cairan dan tablet. Yang cairan untuk membersihkan daerah mulut dan saluran tenggorokan, sedang tablet untuk lambung dan usus besar. Dan jika ada jamur di vagina, pasien juga harus diberi tablet dan salep, sementara suaminya pun harus memakai salep untuk mencegah efek ping-pong. Selama itu, Claudia harus ganti sikat gigi sedikitnya 2 kali.

Ia pun harus diet rendah gula (gula menyuburkan Candida) dan kaya serat. Jadi banyak makan sayuran dan salad, roti gandum (whole wheat) dan beras merah, serta pantang makan gula, kue-kue, softdrink. Setiap hari ia dianjurkan minum 1 sendok makan vinegar yang dicampur air atau dalam salad untuk melonggarkan ikatan jamur ragi dalam usus. Selama 3 minggu ini pasien akan merasa agak lemas, uring-uringan, dan mulutnya terasa kering sebagai efek detoks. Karena itu ia dianjurkan banyak minum air dan teh.

Tahap III: menyuburkan flora dalam perut
Begitu fase nystatine selesai, pada hari itu juga Claudia harus minum bakteri baik. Ini harus dilakukan cepat agar ruang yang ditinggalkan bakteri jahat tidak ditempati mikroba lain. Ditekankan bahwa bakteri harus yang hidup dan disimpan dalam lemari es agar tetap segar. Proses menyuburkan flora ini makan waktu 6-7 minggu.

Tahap IV: meningkatkan imunitas
Untuk meningkatkan imunitas pasien, darah diambil sebanyak 10 ml, ditaruh dalam tabung khusus dan harus sampai di laboratorium dalam waktu 24 jam. Menurut Klaus, sebaiknya darah diambil saat alergi sedang parah-parahnya atau saat terjadi provokasi oleh makanan.

Pengambilan darah ini dilakukan pada permulaan terapi, jadi sebelum tahap II. Selama 3 minggu, darah ini diproses di lab, yaitu dipisahkan IgE nya, (imunoglobulin yang bisa menimbulkan reaksi alergi) dan diubah strukturnya. IgE yang telah diubah strukturnya ini disuntikkan kembali ke dalam tubuh pasien secara bertahap dari dosis paling kecil dan paling encer, misalnya 0,2 ml dengan konsentrasi 10-16 sampai konsentrasi paling pekat 10-4 sebanyak 1 ml.

IgE yang telah diubah ini akan berfungsi sebagai antigen yang menimbulkan reaksi pembentukan antibodi untuk menumpas dan menetralisasi IgE. Proses ini disebut desensibilisasi, menormalkan sistem imun yang terlalu reaktif.

Perhitungan kepekatan dan dosis yang disuntikkan secara subcutane (di bawah kulit) harus cermat. Kalau suatu saat alergi makin memburuk, berarti konsentrasi dan dosis harus dikurangi dan jadwal mundur 2 langkah. Seluruh proses ini makan waktu 5-6 minggu.

Selama 3 minggu menunggu darah diproses di lab pasien diberi thymus dalam bentuk obat tetes atau injeksi untuk menguatkan sistem imun. Dengan sistem imun yang telah diperkuat, diharapkan proses desensibilisasi bisa berjalan dengan mulus.

Sumber: Nirmala, edisi Mei 2008

No comments:

Custom Search