HOME   CATAGORI  
Showing posts with label Kisah - Kisah Terindah. Show all posts
Showing posts with label Kisah - Kisah Terindah. Show all posts

Monday, May 26, 2008

Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir

Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir a.s. di tuturkan oleh Al-Qur'an dalam Surah Al-Kahfi ayat 66-82. Menurut Ibn `Abbas, Ubay bin Ka’ab menceritakan bahawa beliau mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:

“Sesungguhnya pada suatu hari, Nabi Musa berdiri di khalayak Bani Israil lalu baginda ditanya, “Siapakah orang yang paling berilmu?” Jawab Nabi Musa, “Aku.” Lalu Allah SWT. menegur Nabi Musa a.s. dengan firman-Nya, “Sesungguhnya di sisi-Ku ada seorang hamba yang berada di pertemuan dua buah lautan dan dia lebih berilmu daripada kamu.”

Lantas Nabi Musa pun bertanya, “Wahai Tuhanku, dimanakah aku dapat menemuinya?” Allah pun berfirman, “Bawalah bersama-sama kamu seekor ikan di dalam sangkar dan sekiranya ikan tersebut hilang, di situlah kamu akan bertemu dengan hamba-Ku itu.” Sesungguhnya teguran daripada Allah itu mencetuskan keinginan yang kuat dalam diri Nabi Musa a.s. untuk menemui hamba yang shalih itu. Di samping itu, Nabi Musa juga ingin sekali mempelajari ilmu dari Hamba Allah tersebut. Nabi Musa kemudiannya menunaikan perintah Allah itu dengan membawa ikan di dalam sangkar dan berangkat bersama-sama pembantunya yang juga merupakan murid dan pembantunya, Yusya’ bin Nun ibn Ifra’im ibn Yusuf a.s. Mereka berdua akhirnya sampai di sebuah batu lalu kemudiannya berhenti untuk beristirahat setelah berjalan cukup jauh. Ikan yang berada di dalam sangkar itu tiba-tiba meronta-ronta dan selanjutnya terjatuh ke dalam air. Allah SWT membuatkan aliran air untuk memudahkan ikan sampai ke laut. Yusya` terpegun memerhatikan kebesaran Allah menghidupkan semula ikan yang telah mati itu.

Selepas menyaksikan peristiwa yang sungguh menakjubkan dan luar biasa itu, beliau tertidur dan ketika terjaga, beliau lupa untuk menceritakannya kepada Nabi Musa a.s. Mereka kemudiannya meneruskan lagi perjalanan siang dan malamnya dan pada keesokan paginya, Nabi Musa berkata kepada Yusya` “Bawalah ke mari makanan kita, sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.” (Surah Al-Kahfi : 62)

Ibn `Abbas berkata, “Nabi Musa sebenarnya tidak merasa letih sehingga baginda melewati tempat yang diperintahkan oleh Allah supaya menemui hamba-Nya yang lebih berilmu itu.” Yusya’ berkata kepada Nabi Musa, “Tahukah guru bahwa ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi, sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak lain yang membuat aku lupa untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu kembali masuk kedalam laut itu dengan cara yang amat aneh.” (Surah Al-Kahfi : 63) Nabi Musa segera teringat sesuatu, bahwa mereka sebenarnya sudah menemukan tempat pertemuan dengan hamba Allah yang sedang dicarinya tersebut. Kini, kedua-dua mereka berbalik arah untuk kembali ke tempat tersebut yaitu di batu yang menjadi tempat persinggahan mereka sebelumnya, tempat bertemunya dua buah lautan. Musa berkata, “Itulah tempat yang kita cari.”

Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. (Surah Al-Kahfi : 64) Terdapat banyak pendapat tentang tempat pertemuan Nabi Musa dengan Nabi Khidir a.s. Ada yang mengatakan bahawa tempat tersebut adalah pertemuan Laut Romawi dengan Parsia yaitu tempat bertemunya Laut Merah dengan Samudra Hindia. Pendapat yang lain mengatakan bahwa lautan tersebut terletak di tempat pertemuan antara Laut Roma dengan Lautan Atlantik. Di samping itu, ada juga yang mengatakan bahwa lautan tersebut terletak di sebuah tempat yang bernama Ras Muhammad yaitu antara Teluk Sues dengan Teluk `Aqabah di Laut Merah.

Setibanya mereka di tempat yang dituju, mereka melihat seorang hamba Allah yang berjubah putih bersih. Nabi Musa pun mengucapkan salam kepadanya. Nabi Khidir menjawab salamnya dan bertanya, “Dari mana datangnya kesejahteraan di bumi yang tidak mempunyai kesejahteraan? Siapakah kamu” Jawab Nabi Musa, “Aku adalah Musa.” Nabi Khidir bertanya lagi, “Musa dari Bani Isra’il?” Nabi Musa menjawab, “Ya. Aku datang menemui tuan supaya tuan dapat mengajarkan sebagian ilmu dan kebijaksanaan yang telah diajarkan kepada tuan.”

Nabi Khidir menegaskan, “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup bersabar bersama-samaku.” (Surah Al-Kahfi : 67) “Wahai Musa, sesungguhnya ilmu yang kumiliki ini ialah sebahagian daripada ilmu kurnia dari Allah yang diajarkan kepadaku tetapi tidak diajarkan kepadamu wahai Musa. Kamu juga memiliki ilmu yang diajarkan kepadamu yang tidak kuketahuinya.” Nabi Musa seterusnya berkata, “Insya Allah tuan akan mendapati diriku sebagai seorang yang sabar dan aku tidak akan menentang tuan dalam sesuatu urusan pun.” (Surah Al-Kahfi : 69) Nabi Khidir selanjutnya mengingatkan, “Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu pun sehingga aku sendiri menerangkannya kepadamu.” (Surah Al-Kahfi : 70)

Demikianlah seterusnya Nabi Musa a.s. mengikuti Nabi Khidir dan terjadilah beberapa peristiwa yang menguji diri Nabi Musa a.s. yang telah berjanji bahawa baginda tidak akan bertanya sebab sesuatu tindakan diambil oleh Nabi Khidir. Setiap tindakan Nabi Khidir a.s. itu dianggap aneh dan membuat Nabi Musa terperanjat. Kejadian yang pertama adalah saat Nabi Khidir menghancurkan perahu yang ditumpanginya mereka bersama. Nabi Musa tidak kuasa untuk menahan hatinya untuk bertanya kepada Nabi Khidir. Nabi Khidir memperingatkan janji Nabi Musa, dan akhirnya Nabi Musa meminta maaf karena kalancangannya mengingkari janjinya untuk tidak bertanya terhadap setiap tindakan Nabi Khidir.

Selanjutnya setelah mereka sampai di suatu daratan, Nabi Khidir membunuh seorang anak yang sedang bermain dengan kawan-kawannnya. Peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh Nabi Khidir tersebut membuat Nabi Musa tak kuasa untuk menanyakan hal tersebut kepada Nabi Khidir. Nabi Khidir kembali mengingatkan janji Nabi Musa, dan beliau diberi kesempatan terakhir untuk tidak bertanya-tanya terhadap segala sesuatu yang dilakukan oleh Nabi Khidir, jika masih bertanya lagi maka Nabi Musa harus rela untuk tidak mengikuti perjalanan bersama Nabi Khidir.

Selanjutnya mereka melanjutkan perjalanan hingga sampai disuatu wilayah perumahan. Mereka kelelahan dan hendak meminta bantuan kepada penduduk sekitar. Namun sikap penduduk sekitar tidak bersahabat dan tidak mau menerima kehadiran mereka, hal ini membuat Nabi Musa merasa kesal terhadap penduduk itu. Setelah dikecewakan oleh penduduk, Nabi Khidir malah menyuruh Nabi Musa untuk bersama-samanya memperbaiki tembok suatu rumah yang rusak di daerah tersebut. Nabi Musa tidak kuasa kembali untuk bertanya terhadap sikap Nabi Khidir ini yang membantu memperbaiki tembok rumah setelah penduduk menzalimi mereka. Akhirnya Nabi Khidir menegaskan pada Nabi Musa bahwa beliau tidak dapat menerima Nabi Musa untuk menjadi muridnya dan Nabi Musa tidak diperkenankan untuk terus melanjutkan perjalannya bersama dengan Nabi Khidir.

Selanjutnya Nabi Khidir menjelaskan mengapa beliau melakukan hal-hal yang membuat Nabi Musa bertanya. Kejadian pertama adalah Nabi Khidir menghancurkan perahu yang mereka tumpangi karena perahu itu dimiliki oleh seorang yang miskin dan di daerah itu tinggallah seorang raja yang suka merampas perahu miliki rakyatnya.

Kejadian yang kedua, Nabi Khidir menjelaskan bahwa beliau membunuh seorang anak karena kedua orang tuanya adalah pasangan yang beriman dan jika anak ini menjadi dewasa dapat mendorong bapak dan ibunya menjadi orang yang sesat dan kufur. Kematian anak ini digantikan dengan anak yang shalih dan lebih mengasihi kedua bapak-ibunya hingga ke anak cucunya.

Kejadian yang ketiga (terakhir), Nabi Khidir menjelaskan bahwa rumah yang dinding diperbaiki itu adalah milik dua orang kakak beradik yatim yang tinggal dikota tersebut. Didalam rumah tersebut tersimpan harta benda yang ditujukan untuk mereka berdua. Ayah kedua kakak beradik telah meninggal dunia dan merupakan seorang yang shalih. Jika tembok rumah tersebut runtuh, maka bisa dipastikan bahwa harta yang tersimpan tersebut akan ditemukan oleh orang-orang dikota itu yang sebagian besar masih menyembah berhala, sedangkan kedua kakak beradik tersebut masih cukup kecil untuk dapat mengelola peninggalan harta ayahnya. Dipercaya tempat tersebut berada di negeri Antakiyah (Antiokh, Turki)

Akhirnya Nabi Musa as. sadar hikmah dari setiap perbuatan yang telah dikerjakan Nabi Khidir. Akhirya mengerti pula Nabi Musa dan merasa amat bersyukur karena telah dipertemukan oleh Allah dengan seorang hamba Allah yang shalih yang dapat mengajarkan kepadanya ilmu yang tidak dapat dituntut atau dipelajari yaitu ilmu ladunni. Ilmu ini diberikan oleh Allah SWT kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Nabi Khidir yang bertindak sebagai seorang guru banyak memberikan nasihat dan menyampaikan ilmu sepertri yang diminta oleh Nabi Musa as. dan Nabi Musa menerima nasihat tersebut dengan penuh rasa gembira.

Saat mereka didalam perahu yang ditumpangi, datanglah seekor burng lalu hinggap di ujung perahu itu. Burung itu meneguk air dengan paruhnya, lalu Nabi Khidir berkata, “Ilmuku dan ilmumu tidak berbanding dengan ilmu Allah, Ilmu Allah tidak akan pernah berkurang seperti air laut ini karena diteguk sedikti airnya oleh burung ini.”

Sebelum berpisah, Nabi Khidir berpesan kepada Nabi Musa as.

“Jadilah kamu seorang yang tersenyum dan bukannya orang yang tertawa.
Teruskanlah berdakwah dan janganlah berjalan tanpa tujuan.
Janganlah pula apabila kamu melakukan kehilafan, berputus asa dengan kehilafan yang telah dilakukan itu.
Menangislah disebabkan kehilafan yang kamu lakukan, wahai Ibn `Imran.”

Dari kisah Nabi Khidir ini kita dapat mengambil pelajaran penting. Diantaranya adalah Ilmu merupakan karunia Allah SWT, tidak ada seorang manusia pun yang boleh mengklaim bahwa dirinya lebih berilmu dibanding yang lainnya. Hal ini dikarenakan ada ilmu yang merupakan anugrah dari Allah SWT yang diberikan kepada seseorang tanpa harus mempelajarinya (Ilmu Ladunni, yaitu ilmu yang dikhususkan bagi hamba-hamba Allah yang shalih dan terpilih)

Hikmah yang kedua adalah kita perlu bersabar dan tidak terburu-buru untuk mendapatkan kebijaksanaan dari setiap peristiwa yang dialami. Hikmah ketiga adalah setiap murid harus memelihara adab dengan gurunya. Setiap murid harus bersedia mendengar penjelasan seorang guru dari awal hingga akhir sebelum nantinya dapat bertindak diluar perintah dari guru. Kisah Nabi Khidir ini juga menunjukan bahwa Islam memberikan kedudukan yang sangat istimewa kepada guru.

disunting dari beberapa sumber di Internet

Kisah Habil dan Qabil

Tata Kehidupan manusia di muka bumi mulai terwujud ketika Hawa hamil dan siap menyambut kelahiran anak-anaknya.

Rasulullah saw. bersabda, “Ketika Allah menurunkan Adam a.s. dari surga bersama Hawa, –ketika di surga keduanya tidak melakukan hubungan suami istri, masing-masing tidur sendiri– sehingga ketika di bumi Malaikat Jibril mendatangi Adam a.s. dan menyuruhnya untuk menggauli istrinya serta mengajarkan bagaimana caranya. Ketika Adam a.s. telah menggauli istrinya, Jibril kembali mendatangi Adam a.s. dan bertanya, “Bagaimana kamu dapati istri kamu?” Adam menjawab, “Shalihah insya Allah…”

Awal bunga mekar di taman kehidupan manusia. Adam alaihis salam dan Hawa merasakan kebahagiaan dan ketentraman bersama mereka. Adam alaihis salam dan Hawa begitu mencintai dan menyayangi mereka. Keduanya berharap agar keturunannya akan memenuhi penjuru bumi, berjalan di atasnya dan memakan dari rizki yang telah Allah swt sediakan.

Adam alaihis salam dan Hawa sangat menanti kelahiran anak-anaknya. Meskipun situasi dan kondisi yang mereka hadapi sangatlah berat. Terutama bagi seorang calon ibu. Namun bagi Hawa justru menguatkan rasa cinta, kasih sayang dan kelembutan. Hawa menjadi seorang ibu yang qurrata a’yun lagi penuh kehangatan.

Hawa melahirkan dua kali anak kembar. Yaitu Qabil dan saudarinya serta Habil dan saudarinya. Mereka tumbuh dalam asuhan kedua orang tuanya. Kedua putranya merasakan nikmatnya kehidupan dan masa muda yang kuat. Sedangkan kedua putrinya tumbuh dengan kecenderungan kewanitaannya. Kedua putranya mulai bekerja mencari penghidupan. Qabil sebagai petani dan Habil sebagai penggembala.

Syari’at Menikah

Dua bersaudara mendapatkan kemudahan hidup dan ma’isyah. Keluarga ini pun diliputi rasa aman dan berkecukupan. Seiiring berjalannya waktu dan usia, keduanya memiliki dorongan kelaki-lakian yang kuat, yaitu dorongan memiliki pasangan hidup untuk mendapatkan sakinah dan ketenteraman jiwa dengan pasangannya. Hasrat jiwa keduanya begitu menggebu. Mencari jalan keluar yang mungkin diraih.

Nampaklah di sini kehendak Allah swt yang menjadi rahasia semenjak azali bahwa bani Adam diuji dengan kemudahan-kemudahan, berupa harta yang melimpah, anak yang banyak, bumi subur menghijau dengan memberikan hasil-hasilnya. Sebagaimana juga takdir Allah swt berlaku, yaitu manusia bukan hanya umat yang satu, bahkan harus beragam dan banyak. Ada perbedaan pandangan dan keinginan, model dan penciptaan, bahagia dan sengsara.

Maka Allah swt mewahyukan kepada bapak manusia untuk menikahkan anak mudanya secara silang. Adam alaihis salam melaksanakan perintah Allah dan menyampaikannya kepada anak-anaknya dengan harapan bahwa keputusan ini menjadi penengah bagi mereka.

Menuruti Nafsu Penyebab Penyimpangan

Dorongan hasrat jiwa adalah sikap ambisi dan tamak. Namun barangsiapa yang mampu mengendalikan dorongan gelora syahwatnya dan mampu menjadikan akalnya sebagai pengendali hawa nafsunya, maka ia menjadi orang yang dimuliakan Allah swt di dunia dan akhirat. Adapun siapa yang tunduk di bawah kendali syahwatnya. Akalnya bertekuk lutut dikalahkan nafsunya, maka ia termasuk kelompok orang-orang yang merugi dan tersesat jalan hidupnya, meskipun ia mengira perbuatan itu baik.

Setelah Adam alaihis salam menyampaikan wahyu Tuhannya dan memutuskan pernikahan anak-anaknya, seketika itu Qabil menolak. Ia tidak menerima keputusan ayahnya, karena calon istrinya tidak secantik calon istri saudaranya. Qabil iri terhadap saudaranya. Dia masih berharap agar saudari kembarnya yang akan menjadi istrinya.

Kecantikan fisik masih menjadi sumber masalah yang siap melumat jiwa manusia dan mewariskan kerusakan.

Kecantikan menjadi sebab perpecahan di antara dua bersaudara. Namun Habil tetap mengingatkan saudaranya untuk mentaati ayahnya dan menerima takdirnya.

Adam alaihis salam sebagai seorang ayah didera kebingungan yang hebat, tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Dirinya terbelah dalam dua pilihan yang serba sulit. Antara cinta kepada kedua putranya, dan antara keberlangsungan persaudaraan serta keselamatan keduanya. Sampai akhirnya Allah swt memberikan jalan keluar kepada Adam alaihis salam, yaitu agar kedua putranya mempersembahkan qurban kepada Allah swt. Mana di antara keduanya yang diterima qurbannya, berarti dialah yang berhak mendapatkan keinginannnya. Habil mengurbankan unta, sedangkan Qabil mengurbankan gandum. Keduanya mengharapkan bahwa dirinyalah yang mendapatkan bagian yang lebih baik.

Habil telah menunaikan bagiannya dan benar dalam prosesnya, yaitu menerima keputusan ayahnya dan ikhlas dalam menjalankan qurbannya, oleh karena itu qurbannya diterima. Sedangkan qurban saudaranya ditolak, karena ia masih belum menerima keputusan ayahnya, dan tidak mengikhlaskan niat dalam pengurbanannya.

Qabil meradang karena impianya tidak tercapai. Malah hatinya dipenuhi kedengkian. Ia pun bersumpah kepada saudaranya, ”Akan aku bunuh kamu, kalau tidak aku menderita, sebaliknya kamu berbahagia. Dan aku tidak mau bersaudara dengan orang yang bahagia, sedangkan aku kecewa dan tersiksa.

Mendengar ancaman Qabil itu, Habil berkata kepadanya dengan penuh penyesalan hati, ”Saudaraku, alangkah baiknya jika kamu menyadari kesalahanmu sehingga kamu memperbaikinya. Agar kamu menapaki jalan keselamatan, kamu pun akan bahagia. Karena Allah swt tidak akan sekali-kali menerima persembahan qurban, kecuali dari orang-orang yang bertakwa.”

Menasehati Dalam Kebaikan

Habil adalah orang yang dikaruniai keluasan akal dan kekuatan fisik. Ia termasuk orang-orang yang diberi amanat, maka ia pun menjaganya. Ia termasuk orang-orang yang diberi hikmah, maka ia menggunakannya dengan sebaik-baiknya. Ia lebih mementingkan keridhaan Allah swt, berbakti kepada kedua orang tuanya dan rela dengan pembagian Tuhannya. Ia melihat bahwa dunia ini adalah kesenangan yang akan hilang, pemberian yang akan berganti. Ia sangat sayang dengan saudaranya dan selalu menasehatinya serta selalu mengingatkan agar menepati janjinya. Selain itu ia pun yakin bahwa dirinya memiliki kekuatan dari kekuatan Allah swt, sehingga ancaman Qabil tidak membuat dirinya takut.

Habil melewati hari-harinya dengan biasa. Tidak ada niat sekecil apapun untuk menyakiti saudaranya, apalagi membunuhnya. Karena Allah swt Dzat yang telah menciptakan kesucian menetapkan demikian, yaitu yang baik dan suci tidak boleh terprovokasi oleh sifat tercela. Maka ia takut kepada Allah swt. Tuhan semesta alam.

Habil terus berusaha menasehati saudarnaya dengan santun dan menjaga hati saudaranya. Itu dilakukannya adalah semata-mata agar ucapannya dapat menjadi penawar hati sehingga mampu mengikis rasa dengki saudaranya. Ia berkata, ”Wahai saudaraku, sebenarnya kamu telah khilaf. Kamu akan berdosa kalau tetap bertekad membunuhku. Jalan pikiranmu keliru. Lebih baik kamu beristighfar dan minta ampun kepada Allah swt., kembali ke jalan-Nya. Kalau kamu tetap membulatkan tekadmu, terus ingin melaksanakan rencanamu, maka sungguh aku serahkan urusanku kepada Allah swt. karena aku sangat takut dosa akan menghampiriku atau seberkas sisa kedurhakaan menggelayut di hatiku. Maka tanggunglah dosa olehmu sendiri. Kamu termasuk ahli neraka dan itulah ganjaran bagi orang yang dzalim.”

Namun demikian, tidaklah ketulusan persaudaraan Habil itu mampu mengobati kedengkian Qabil. Tidaklah kasih sayang, kelembutan dan kecintaan dari hati Habil yang paling dalam mampu memadamkan gejolak api di hati saudaranya. Tidaklah juga rasa takut kepada Allah swt, dan menjaga hak-hak kedua orang tua merubah hati orang yang pertama kali berbuat dosa di muka bumi ini.

Terjadilah peristiwa itu. Suatu hari tangan Qabil berlumuran darah saudaranya sendiri. Ia telah membunuhnya. Habil kembali kepada Tuhannya.

Beberapa hari Adam alaihis salam tidak melihat Habil. Sang ayah merasa khawatir sesuatu telah menimpanya. Ia pun bertanya kepada Qabil, ”Di mana saudaramu, Habil?”. Qabil menjawab dengan cueknya, ”Aku bukanlahlah wakil dia. Bukan penjaga dia dan bukan juga perawat dia.”.

Adam alaihis salam akhirnya mengetahui bahwa putranya telah dibunuh. Adam alaihis salam terdiam penuh gejolak. Namun Adam alaihis salam mampu menahan gejolak tersebut meskipun dengan perih pilu atas hilangnya orang yang ia cintai. Adam alaihis salam melantunkan syair duka-citanya:

Aku berkata dalam diri penuh penyesalan dan duka nestapa

Salah satu putraku dibunuh dan tidak akan pernah kembali lagi

Habil adalah orang pertama yang dibunuh di muka bumi ini . Qabil bingung tidak mengetahui bagaimana cara mengurus jenazah saudaranya. Dipikullah suadaranya mondar-mandir di atas pundaknya. Qabil didera ketakutan dan kegelisahan… berhari-hari. Hingga bau tidak sedap mulai tercium dari tubuh jenazah saudaranya. Qabil telah capek memikulnya. Qabil tidak tahu harus berbuat apa.

Sampai di sini, kasih sayang Allah swt terhadap tubuh jenazah suci itu mau tidak mau turun. Sebagai sunnah bagi ketentuan makhluk. Sekaligus sebagai penjagaan terhadap kemuliaan Adam alahis salam dan putranya. Di sini juga, wajib ada pelajaran berharga bagi orang yang dipenuhi dendam kesumat. Akan tetapi dia bukanlah orang yang pantas menerima wahyu Allah swt. juga bukan ilham-Nya. Bahkan ia harus menjadi murid dari burung gagak. Pengetahuannya baru muncul ketika melihat seekor hewan hitam yang lemah. Keegoannya baru luluh atas peristiwa yang dilihatnya.

Allah swt mengutus dua ekor burung gagak yang saling bertarung. Salah satunya membunuh yang lain, kemudian mengubur dengan pelatuknya di bawah tanah. Melihat peristiwa itu Qabil menyesal seraya berkata, ”Aduhai celaka aku, Mengapa Aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu Aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?” Karena itu jadilah dia seorang diantara orang-orang yang menyesal.” QS. Al Ma’idah: 31

Penyesalan memang selalu datang belakangan. Naudzubillah min dzalik

Beberapa Ibrah Dari Kisah Ini:

1. Allah swt berkehendak agar bumi-Nya dihuni oleh banyak manusia, yaitu melalui syari’at pernikahan yang halal.
2. Kecantikan wanita menjadi penyebab permusuhan dan fitnah, sesuai sabda Rasulullah saw. ”Takutlah fitnah wanita, karena penyebab bani Isra’il hancur adalah karena fitnah wanita.” HR. Muslim.
3. Orang yang shalih selalu menerima keputusan dan perintah Tuhannya, sekaligus berusaha untuk mendakwahkan kebenaran ajaran Tuhannya, sekalipun terhadap orang yang memusuhinya.
4. Penyebab orang menentang kebenaran adalah sikap menuruti hawa nafsu dan sombong. Dan orang yang mengikuti hawa nafsu lagi sombong tidak bisa menerima nasehat dan pelajaran kecuali lewat jalan yang hina.

Semoga kita semua terhindar dari sikap memperturutkan hawa nafsu, menentang perintah Allah swt., durhaka kepada orang tua, dan berbuat dzalim terhadap sesama. Amin. Allahu A’lam.

dakwatuna.com

Kisah Harut dan Marut

Rujukan: Kuliah Subuh pada membicarakan hadith 40, Syed Ahmad Semait,
PN, Jilid 1, 1986.

Di zaman Nabi Idris a.s. apabila diangkat amalan-amalan jahat anak
Adam dari Bumi ke langit, maka para Malaikat berkata "Anak-anak
Adam(manusia) itu, Engkau jadikan mereka makhluk pilihanMu di bumi
tetapi mereka mendurhakaiMu". Allah SWT berkata "Kiranya Aku turunkan
kamu ke sana dan Aku bentuk kamu seperti pembentukan mereka juga,
nescaya kamu akan melakukan sebagaimana mereka lakukan juga". Para
Malaikat menjawab "Maha Suci Engkau wahai Tuhan, takkan sampai kami
mendurhakaiMu!". Maka Allah SWT menyuruh para Malaikat memilih dua
Malaikat yang terbaik di antara mereka untuk dikirimkan ke bumi.

Maka dua Malaikat dipilih iaitu Harut dan Marut, iaitu dua Malaikat
yang paling Soleh dan banyak ibadatnya kepada Allah SWT. Sebelum
diturunkan ke bumi Harut dan Marut dilengkapkan dengan syahwat dan
keinginan seperti manusia. Mereka diutus ke bumi untuk mengadili
perkara antara manusia dengan hak dan keadilan. Allah SWT mengingatkan
mereka agar menjauhi dari Syirik, pembunuhan tanpa hak, perzinaan dan
meminum arak.

Setiap hari Harut dan Marut mengadili manusia sebagaimana yang
diperintahkan oleh Allah SWT. Demikianlah keadaannya hingga sampai
sebulan lamanya, maka mereka pun mula terfitnah. Ujian Allah SWT pun
datang.

Pada suatu hari datang seorang wanita jelita berketurunan Parsi,
apabila Harut dan Marut berhadapan dengan wanita itu, hati mereka mula
berdebar-debar. Maka seorang darinya bertanya kepada yang lain "Adakah
engkau jatuh hati kepada wanita jelita tadi seperti yang berlaku ke
atas diriku". Jawab rakannya "Benar". Lalu Harut dan Marut pun cuba
memikat dan merayu pada wanita jelita itu tetapi wanita jelita itu
menolak dan pulang ke rumahnya.

Keesokan harinya, wanita jelita itu datang lagi dan berkata "Baiklah!
Jika kamu mahukan aku, maka hendaklah kamu menyembah berhala, lalu
membunuh Si Pulan itu serta minum arak!". Harut dan Marut terkejut dan
menolak ajakan wanita jelita itu kerana ingat akan pesanan Allah SWT.
Wanita jelita itu pun kembali semula ke rumahnya.

Pada hari ke-3, wanita jelita itu datang lagi dan dalam tangannya ada
sebuyung arak, sedangakan Harut dan Marut masih inginkan wanita jelita
itu juga. Wanita jelita itu masih mahu permintaannya semalam juga. Dia
tidak akan menyerahkan dirinya melainkan permintaannya ditunaikan.
Kedua Malaikat itu berkata kepada dirinya "Menyembah kepada selain
dari Allah SWT adalah dosa besar, membunuh tanpa hak juga adalah dosa
besar, yang paling ringan adalah antara ketiganya ialah minum arak".

Maka, Harut dan Marut pun memutuskan untuk meminum arak. Apabila telah
mabuk, mereka menangkap wanita jelita itu lalu melakukan zina. Secara
kebetulan, kelakuan mereka dilihat oleh seorang yang berada di situ,
lalu untuk menyelamatkan rahsia mereka dari terbongkar, mereka
membunuh orang itu. Ada riwayat yang menyambung cerita itu mengatakan,
dalam keadaan mabuk itu Harut dan Marut menyembah berhala yang
ditunjukan wanita jelita tersebut.

Itulah suatu kisah sebagai renungan buat kita semua, semoga ianya
menjadi pengajaran kepada kita semua dalam melalui liku-liku kehidupan
yang semakin mencabar. Kadang-kadang ada orang Islam yang tanpa segan
silu minum arak di khalayak ramai malah mereka merasa bangga dengan
perbuatan mereka. Begitulah kuatnya pengaruh arak sehinggakan Malaikat
yang soleh dan dibeklakan syahwat dan kehendak seperti manusia juga
akhirnya tumpas. Apakah manusia tidak mahu insaf dari meminum arak?
Walaupun tahu arak itu memudaratkan, mengapa masih meminumnya?

Wallah hu a'lam.

Ashabul Kahfi

Di dalam Al-Quran ada mengisahkan perihal dan kisah mengenai Ashabul Kahfi yang mana kesannya masa terdapat di sebuah tempat yang bernama Sahab di Amman. Allah Subhanallah Taala menyebut akan kisah Ashabul Kahfi pada ayat 9-26 di dalam Surah Al-Kahf (Surah ke-18). Mereka ditidurkan selama 309 tahun selepas pemuda pemuda yang digelar Sahabat Gua itu lari daripada Maharaja Rome yang zalim dan menyombongkan diri. Pada ketika itu kerajaan Rome membina Liga Decapolis yang berpusat di Philadelphia (kini dikenali sebagai Amman) di mana Raja Daqyanus atau Decius memerintah pada ketika itu.

Daqyanus mengganut agama berhala dan memusuhi agama Nasrani (Nabi Isa). Di dalam Surah Al-Kahf menceritakan 7 orang pemuda yang beriman kepada Allah dan seekor anjingnya lari ke sebuah gua untuk menyelamatkan diri dari ditangkap dan diseksa oleh Daqyanus. Antara kesan yang masih boleh dilihat ialah sebuah Masjid dan mihrab di atas gua Kahfi, tengkorak anjing dan tulang di dalam gua. Dalam pada itu, disebelah tepi terdapat lubang terus ke atas yang mana cahaya matahari dapat menembusinya. Perihal mengenai cahaya matahari yang menembusi ada diceritakan pada ayat ke-17 Surah Al-Kahf. Gua ini juga dikenali sebagai Kahf Ar-Raqim. Istilah Al-Raqim disebut di dalam Al-Quran pada ayat ke-9 Surah Al-Kahf dan ahli tafsir menyatakan bahawa Al-Raqim ialah nama anjing pemuda pemuda tersebut dan ada sebahagian yang lain mentafsirkan sebagai batu bersurat.

Custom Search