HOME   CATAGORI  
Showing posts with label Asuransi Syariah. Show all posts
Showing posts with label Asuransi Syariah. Show all posts

Tuesday, March 04, 2008

Asal Mula Asuransi Syariah

1)Al-Aqila

* Al-Aqilah yaitu saling memikul atau bertanggung jawab untuk keluarganya. Jika salah seorang dari anggota suatu suku terbunuh oleh anggota satu suku yang lain, maka pewaris korban akan dibayar dengan uang darah (diyat) sebagai konpensasi oleh saudara terdekat dari pembunuh. Saudara terdekat dari pembunuh disebut aqilah. Lalu mereka mengumpulkan dana (al-kanzu) yang diperuntukkan membantu keluarga yang terlibat dalam pembunuhan tidak disengaja.

* Ibnu Hajar Al-Asqolani mengemukakan bahwa sistem Aqilah ini diterima dan menjadi bagian dari hukum Islam. Hal ini terlihat dari hadits yang menceritakan pertengkaran antara dua wanita dari suku Huzail, dimana salah seorang dari mereka memukul yang lainnya dengan batu hingga mengakibatkan kematian wanita tersebut dan juga bayi yang sedang dikandungnya. Pewaris korban membawa permasalahan tersebut ke Pengadilan. Rasulullah memberikan keputusan bahwa konpensasi bagi pembunuh anak bayi adalah membebaskan budak, baik laki-laki maupun wanita. Sedangkan konpensasi atas membunuh wanita adalah uang darah (diyat) yang harus dibayar oleh Aqilah (saudara pihak ayah) dari yang tertuduh.

* Al-Muwalat yaitu perjanjian jaminan, dimana seorang penjamin menjamin seseorang yang tidak memiliki waris dan tidak dikeketahui ahli warisnya. Penjamin setuju untuk menanggung bayaran dia, jika orang yang dijamin tersebut melakukan jinayah. Apabila orang yang dijamin meninggal, maka penjamin boleh mewarisi hartanya sepanjang tidak ada ahli warisnya.(Az ZarqaÂ’ dalam Aqdud TaÂ’min).

* Yaitu sebuah konsep perjanjian yang berhubungan dengan manusia. Sistem ini melibatkan usaha pengumpulan dana dalam sebuah tabungan atau pengumpulan uang iuran dari peserta atau majlis. Manfaatnya akan dibayarkan kepada ahli waris yang dibunuh jika kasus pembunuhan itu tidak diketahui siapa pembunuhnya atau tidak ada keterangan saksi yang layak untuk benar-benar secara pasti mengetahui siapa pembunuhnya.


2) At-Tanahud
o Tanahud merupakan ibarat dari makanan yang dikumpulkan dari para peserta safar yang dicampur menjadi satu. Kemudian makanan tersebut dibagikan pada saatnya kepada mereka, kendati mereka mendapatkan porsi yang berbeda-beda.

o Dalam sebuah riwayat disebutkan, "Marga AsyÂ’ari (AsyÂ’ariyin) ketika keluarganya mengalami kekurangan makanan, maka mereka mengumpulkan apa yang mereka miliki dalam satu kumpulan. Kemudian dibagi diantara mereka secara merata. Mereka adalah bagian dari kami dan kami adalah bagian dari mereka." (HR. Bukhari)

o Dalam kasus ini, makanan yang diserahkan bisa jadi sama kadarnya atau berbeda-beda. Begitu halnya dengan makanan yang diterima, bisa jadi sama porsinya atau berbeda-beda.


3) Aqd Al-hirasah
o Yaitu kontrak pengawal keselamatan. Di dunia Islam terjadi berbagai kontrak antar individu, misalnya ada individu yang ingin selamat lalu ia membuat kontrak dengan seseorang untuk menjaga keselamatannya, dimana ia membayar sejumlah uang kepada pengawal, dengan konpensasi kemanannya akan dijaga oleh pengawal.


4) Dhiman Khatr Thariq
o Kontrak ini merupakan jaminan keselamatan lalu lintas. Para pedagang muslim pada masa lampau ingin mendapatkan perlindungan keslamatan, lalu ia membuat kontrak dengan orang-orang yang kuat dan berani di daerah rawan. Mereka membayar sejumlah uang, dan pihak lain menjaga keselamatan perjalanannya

Mencari Alternatif Asuransi Islami

Pada hakekatnya manusia merupakan keluarga besar kemanusiaan. Untuk dapat meraih kehidupan bersama, manusia harus saling tolong menolong dan saling menanggung antara yang satu dengan yang lain.

* Sistem At-Takaful, yaitu saling menanggung antara sesama manusia, merupakan dasar pijakan bagi kegiatan manusia bagi kegiatan menusia sebagai makhluk sosial.

* Dengan dasar pijakan 'takaful' dalam berasuransi, akan terwujud hubungan yang Islami diantara para pesertanya yang bersepakat untuk menanggung bersama atas risiko yang diakibatkan musibah, seperti kebakaran atau lainnya.

* Semangat bertakaful menekankan pada kepentingan bersama atas dasar rasa persaudaraan diantara para peserta. Sifat mengutamakan kepertingan pribadi atau dorongan mendapatkan keuntungan semata-mata, dihilangkan seminimal mungkin dalam asuransi syariah.

Asuransi Dalam Sudut Pandang Hukum Islam

Mengingat masalah asuransi ini sudah memasyarakt di Indonesia ini dan di perkirakan ummat Islam banyak terlibat didalamnya, maka perlu juga dilihat dari sudut pandang agama Islam.

Di kalangan ummat Islam ada anggapan bahwa asuransi itu tidak Islami. Orang yang melakukan asuransi sama halnya dengan orang yang mengingkari rahmat Allah. Allah-lah yang menentukan segala-segalanya dan memberikan rezeki kepada makhluk-Nya, sebagaimana firman Allah SWT, yang artinya:
"Dan tidak ada suatu binatang melata pun dibumi mealinkan Allah-lah yang memberi rezekinya."
(Q. S. Hud: 6)

"……dan siapa (pula) yang memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah di samping Allah ada Tuhan (yang lain)?……"
(Q. S. An-Naml: 64)

"Dan kami telah menjadikan untukmu dibumi keperluan-keprluan hidup, dan (kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya."(Q. S. Al-Hijr: 20)

Dari ketiga ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah sebenarnya telah menyiapkan segala-galanya untuk keperluan semua makhluk-Nya, termasuk manusia sebagai khalifah dimuka bumi. Allah telah menyiapkan bahan mentah, bukan bahan matang. Manusia masih perlu mengolahnya, mencarinya dan mengikhtiarkannya.

Orang yang melibatkan diri kedalam asuransi ini, adalah merupakan salah satu ikhtiar untuk mengahdapi masa depan dan masa tua. Namun karena masalah asuransi ini tidak ada dijelaskan secara tegas dalam nash, maka masalahnya dipandang sebagai masalah ijtihadi, yaitu masalah perbedaan pendapat dan sukar dihindari dan perbedaan pendapat tersebut, juga mesti dihargai.

Perbedaan pendapat itu terlihat pada uraian berikut:

Asuransi itu haram dalam segala macam bentuknya, temasuk asuransi jiwa

Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqii (mufti Yordania), Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhil al-Muth'i (mufti Mesir").

Alasan-alasan yang mereka kemukakan ialah:

1. Asuransi sama dengan judi
2. Asuransi mengandung ungur-unsur tidak pasti.
3. Asuransi mengandung unsur riba/renten.
4. Asurnsi mengandung unsur pemerasan, karena pemegang polis, apabila tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang premi yang sudah dibayar atau di kurangi.
5. Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba.
6. Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya dengan mendahului takdir Allah.
7. Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai.


Asuransi di perbolehkan dalam praktek seperti sekarang

Pendapat kedau ini dikemukakan oleh Abd. Wahab Khalaf, Mustafa Akhmad Zarqa (guru besar Hukum Islam pada fakultas Syari'ah Universitas Syria), Muhammad Yusuf Musa (guru besar Hukum Isalm pada Universitas Cairo Mesir), dan Abd. Rakhman Isa (pengarang kitab al-Muamallha al-Haditsah wa Ahkamuha). Mereka beralasan:

1. Tidak ada nash (al-Qur'an dan Sunnah) yang melarang asuransi.
2. Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak.
3. Saling menguntungkan kedua belah pihak.
4. Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul dapat di investasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan pembangunan.
5. Asuransi termasuk akad mudhrabah (bagi hasil)
6. Asuransi termasuk koperasi (Syirkah Ta'awuniyah).
7. Asuransi di analogikan (qiyaskan) dengan sistem pensiun seperti taspen.


Asuransi yang bersifat sosial di perbolehkan dan yang bersifat komersial diharamkan

Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh Muhammad Abdu Zahrah (guru besar Hukum Islam pada Universitas Cairo).

Alasan kelompok ketiga ini sama dengan kelompok pertama dalam asuransi yang bersifat komersial (haram) dan sama pula dengan alasan kelompok kedua, dalam asuransi yang bersifat sosial (boleh).

Alasan golongan yang mengatakan asuransi syubhat adalah karena tidak ada dalil yang tegas haram atau tidak haramnya asuransi itu.

Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa masalah asuransi yang berkembang dalam masyarakat pada saat ini, masih ada yang mempertanyakan dan mengundang keragu-raguan, sehingga sukar untuk menentukan, yang mana yang paling dekat kepada ketentuan hukum yang benar.

Sekiranya ada jalan lain yang dapat ditempuh, tentu jalan itulah yang pantas dilalui. Jalan alternatif baru yang ditawarkan, adalah asuransi menurut ketentuan agama Islam.

Dalam keadaan begini, sebaiknya berpegang kepada sabda Nabi Muhammad SAW:

"Tinggalkan hal-hal yang meragukan kamu (berpeganglah) kepada hal-hal yagn tidak meragukan kamu."(HR. Ahmad)

Asuransi menurut ajaran agama Islam yang sudah mulai digalakkan dalam masyarakat kita di Indonesia ini, sama seperti asuransi yang sudah ada selama ini pada PT. Asuransi Bumi Putera, Asuransi Jiwasraya, dan asuransi lainnya. Macamnya sama tetapi sisitem kerjanya berbeda yaitu dengan system mudharabah (bagi hasil).

Kita lihat dalam asuransi Takaful berdasarkan Syariah, ada beberapa macam, diantaranya:

Takaful Kebakaran

Asuransi takaful kebakaran memberikan perlindungan tehadap harta benda seperti toko, industri, kantor dan lain-lainnya dari kerugian yang diakibatkan oleh kebakaran, kejatuhan pesawat terbang, ledakan gas dan sambaran petir.

Takaful pengangkutan barang

Asuransi bentuk ini memberikan perlindungan terhadap kerugian atas harta benda yang sedang dalam pengiriman akibat terjadi resiko yang disebabkan alat pengankutannya mengalami musibah atau kecelakaan.

Takaful keluarga

Asuransi takaful kelurga ini tercakup didalamnya, takaful berencana, pembiayaan, berjangka, pendidikan, kesehatan, wisata dan umroh dan takaful perjalanan haji. Dana yang terkumpul dari peserta, diinvestasikan sesuai prinsip syariah. Kemudian hasil yang diperoleh dengan cara mudharabah, dibagi untuk seluruh peserta (pemegang polis) dan untuk perusahaan. Umpamanya 40% untuk peserta dan 60% untuk perusahaan.

Sebagaimana telah disinggung diatas, bahwa macam suransi konvensional sama saja dengan asuransi yang berlandaskan syariah. Namun dalam pelaksanaanya ada perbedaan mendasar yaitu bagi hasil (mudharabah) pada asuransi yang berlandaskan syariah dan tidak demikian pada asuransi konvesional.

Disamping itu ada alasan lain lagi yang perlu jadi bahan pertimbangan, terutama oleh golongan (ulama) yang menghramkan asuransi konvensional, disebabkan oleh tiga hal yaitu:
Gharar (ketidakpastian)

Dalam asuransi konvensional ada gharar (ketidak pastian), karena tidak jelas akad yang melandasinya. Apakah akad Tabaduli (jual beli) atau akad Takafuli (tolong menolong). Umpamanya saja sekiranya terjadi klaim, seperti asuransi yang diambil sepuluh tahun dan pembayaran premi (Rp. 1.500.000,- per tahun. Kemudian pada tahun ke-5 dia meninggal dunia, maka pertanggungan yang diberikan sebesar Rp. 15.000.000.-. Hal ini berarti, bahwa uang yang Rp. 7.500.000,- (pembayaran premi Rp. 7.500.000,-selama lima tahun) itu adalah gharar, dan tidak jelas dari mana asalnya. Berbeda dengan asuransi takaful, bahwa sejak awal polis dibuka, sudah diniatkan 95% premi untuk tabungan dan 5% diniatkan untuk tabarru (derma/sumbangan).

Jika terjadi klaim pada tahun kelima, maka dan yang Rp. 7.500.000,- itu tidak gharar, tetapi jelas sumbernya, yaitu dari dana kumpulan terbaru/derma.


Maisir (judi atau gambling)

Mengenai judi jelas hukumnya, yaitu haram sebagaimana di firmankan Allah dalam surat al-Maidah: 90. Dalam asuransi konvensional, judi timbul karena dua hal:

1. Sekiranya seseorang memasuki satu premi, ada saja kemungkinan dia berhenti karena alasan tertentu. Apabila berhenti dijalan sebelum mencapai masa refreshing pheriod, dia bisa menerima uangnya kembali (biasanya 2-3 tahun) dan jumlahnya kira-kira 20% dan uang itu akan hangus. Dalam keadaan seperti inilah ada unsur judinya.
2. Sekiranya perhitungan kematian itu tepat, dan menentukan jumlah polis itu juga tepat, maka pearusahaan akan untung. Tetapi jika salah dalam perhitungan, maka perusahaan akan rugi. Jadi jelas disini unsur judi (untung-untungan).


Dalam asuransi takaful berbeda, karena sipenerima polis sebelum mencapai refreshing period sekalipun, bila dia mengambil dananya (karena seasuatu hal), maka hal itu di bolehkan. Perusahaan asuransi ialah sebagai pemegang amanah. Malahan kalu ada kelebihan/ untung, maka pemegang polispun ada menerimanya.


Riba (rente)

Dalam asuransi konvensional juga terjadi riba, karena dananya di investasikan (diputar). Sedangakn masalah riba (rente) dipersoalkan oleh para alim ulama. Ada ulama mengharamkannnya, ada yang membolehkannya dan adapula yang mengatakan syubhat. Jalan yang ditempuh oleh asuransi takaful adalah cara mudhrabah (bagi hasil). Dengan demikian, tidak ada riba (rente) dalam asurasni takaful.

Agar asuransi takaful yang berlandaskan syariah Islamiah dapat berjalan dan berkembang dalam masyarakat kita di Indonesia ini, maka asuransi takaful itu perlu dimasyarakatakan dan manajemennya hendaknya dilaksankan dengan baik dan rapi, sehingga mendapat kepercayaan dari masyarakat luas. Masyarakat sebenarnya ingin bukti nyata mengenai suatu gagasan, ingin mendapat jaminan, ketenangan selama masih hidup dan ingin pula jaminan untuk anak turunan sesudah meninggal dunia.

Apabila asuransi takaful yang berlandaskan syariah Islamiah sudah mewujudkan kehendak anggota masyarakat, maka orang yang senang bergelimang dengan hal-hal yang syubhat dan dihadapkan pada ketentuan hukum yang bertolak belakang, akan berkurang.

Sumber: Masail Fiqhiyah; Zakat, Pajak, Asuransi dan Lembaga Keuangan, M Ali Hasan

Custom Search